Mata uang Asia terpantau cenderung bergerak variatif terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di tengah penantian data pertumbuhan ekonomi AS final untuk kuartal II-2024.
Dilansir dari Refinitiv pada Kamis (26/9/2024) pukul 11:31 WIB, mata uang Asia bergerak variatif dengan kecenderungan melemah pada perdagangan hari ini.
Penurunan terdalam dialami rupiah Indonesia yang ambruk 0,56%, disusul peso Filipina yang terdepresiasi 0,26%, hingga yen Jepang yang turun tipis 0,06%.
Berbeda halnya dengan won Korea Selatan yang menguat 0,3%, yuan China menguat 0,18%, dan baht Thailand naik 0,15%.
Sementara indeks dolar AS (DXY) terpantau sedikit menguat sebesar 0,01% ke angka 100,93.
Ambruknya rupiah ini berbanding terbalik dengan pekan lalu di mana rupiah menjadi Raja Asia.
Data final dari pertumbuhan ekonomi atau produk domestik bruto (PDB) pada kuartal II-2024 AS menjadi sentimen yang perlu dicermati.
Konsensus pasar memperkirakan PDB final AS pada kuartal II-2024 meningkat dari sebelumnya (kuartal I-2024) sebesar 1,4%, menjadi 3%.
Jika PDB AS dapat tumbuh cukup tinggi atau bahkan melebihi konsensus, maka DXY berpotensi mengalami apresiasi dan mata uang Asia akan cenderung mengalami tekanan setidaknya dalam jangka pendek.
Selain itu, pidato beberapa pejabat bank sentral AS (The Fed) masih akan berlanjut hingga hari ini. Adapun pada hari ini, beberapa pejabat The Fed yang akan memberikan pidatonya yakni The Fed Boston Susan M. Collins, Gubernur The Fed Adriana D. Kugler, Presiden The Fed New York John C. Williams, dan Wakil Gubernur The Fed Michael S. Barr.
Bahkan, Ketua The Fed Jerome Powell pada hari ini juga akan berpidato dan memberikan isyarat lebih lanjut tentang suku bunga kedepannya. Pasar tampaknya akan mengantisipasi pidato Powell dan beberapa pejabat The Fed pada hari ini.
Sementara untuk rupiah sendiri, ekonom menilai hal ini terjadi akibat aksi profit taking.
Ekonom Sucor Sekuritas, Ahmad Mikail menyampaikan bahwa ada kemungkinan karena profit taking investor asing di pasar saham dan obligasi yang menyebabkan rupiah akhirnya melemah.
Begitu pula dengan Ekonom Bank Danamon, Hosianna Situmorang yang mengatakan terdapat outflow dan aksi profit taking pasca penguatan yang signifikan dalam hampir dua bulan terakhir dan minimnya katalis.
Namun demikian, Ahmad Mikail dan Hosianna juga beranggapan bahwa pelemahan ini cenderung merupakan sentimen jangka pendek. Ke depan, mereka memperkirakan rupiah akan menguat.