Bank Indonesia menjadikan risiko fraud di sektor keuangan digital sebagai tantangan stabilitas sistem keuangan yang harus segera dihadapi industri keuangan ke depan. Sebab, memiliki dampak sistemik jika tidak dimitigasi secara cepat.
Deputi Gubernur BI Juda Agung mengatakan, peningkatan penggunaan platform digital di sektor jasa keuangan membuka peluang penipuan atau fraud yang berisiko merusak reputasi dan kepercayaan publik terhadap sistem keuangan di Indonesia.
“Peningkatan penggunaan platform digital membuka peluang penipuan seperti pencurian identitas, transaksi palsu, manipulasi data judi online, dan sebagainya yang merusak reputasi dan kepercayaan masyarakat terhadap sistem keuangan kita,” kata dia dalam acara Peluncuran Kajian Stabilitas Keuangan (KSK) No. 43 di Kantor Pusat BI, Jakarta, Selasa (2/10/2024).
Juda Agung mengatakan, karena besarnya risiko fraud tersebut, BI bersama industri keuangan telah memperkuat sistem deteksi kecurangan digital atau Fraud Detection System. Sistem itu dijalankan bersama antara BI dan industri keuangan untuk mendeteksi dan mencegah terjadinya fraud.
Melalui sistem itu, Juda Agung mengungkapkan, perbankan dan institusi sektor keuangan akan berbagai informasi terhadap rekening-rekening yang diduga menjadi tempat atau media tindakan fraud, termasuk terkait dengan penipuan, transaksi palsu, hingga judi online atau judol.
“Sekarang sudah kami lakukan, nanti bank-bank institusi keuangan juga akan sharing terhadap rekening-rekening yang diduga menjadi media dari fraud yang kemudian dikompilasi kepada BI dan kemudian kalau terjadi fraud bisa kita deteksi dini,” tutur Juda Agung.
Selain memperkuat Fraud Detection System, BI bersama industri keuangan kata Juda juga akan mengembangkan alat pendeteksi canggih memanfaatkan teknologi artificial intelligence atau AI. Melalui pemanfaatan AI, BI dan industri keuangan bisa mendeteksi pola transaksi mencurigakan, sehingga bisa mencegah terjadinya fraud.
“Ada pola-pola tertentu yang bisa kita amati dengan AI misal beli bubur ayam tengah malam 1.000 kali dengan jumlah yang sama ini kan jelas sesuatu yang perlu dicurigai, anomali,” ucapnya.
“Sehingga ini kita bisa deteksi, ini salah satu contoh aja, ada banyak, baik itu di level transaksi, jumlah, frekuensi, ini bisa dideteksi dengan AI ke depan kita kembangkan itu,” tegas Juda Agung.
Berdasarkan lanskap keamanan siber 2023, Indonesia termasuk dalam daftar 10 negara yang menjadi sumber dan tujuan serangan siber dengan total trafik anomali ancaman siber mencapai 403.990.813.
Selama empat tahun terakhir, Bank Indonesia mencatat peningkatan kejadian insiden siber, khususnya pada Penyelenggara sektor keuangan. Insiden siber tersebut berdampak negatif berupa kerugian finansial maupun reputasi publik.