Duta Besar Iran untuk PBB menyalahkan Amerika Serikat (AS) atas kematian pemimpin Hamas Ismail Haniyeh. Ia mengklaim bahwa hal itu tidak mungkin terjadi tanpa otorisasi dan dukungan intelijen AS.
“Tanggung jawab AS sebagai sekutu strategis mereka, dan pendukung utama rezim Israel di kawasan itu tidak dapat diabaikan dalam kejahatan yang mengerikan ini,” kata perwakilan tetap Republik Islam Iran untuk PBB, dalam pidatonya di Dewan Keamanan PBB Rabu malam waktu setempat, dikutip Kamis (1/8/2024).
Israel kata dia, juga mengejar tujuan politik dengan tindakan ini. Di mana, tambahnya, Negara Zionis ingin mengganggu hari pertama pemerintahan baru Republik Islam Iran.
“Menganggu (Iran) dalam memprioritaskan penguatan perdamaian dan stabilitas di kawasan tersebut, serta meningkatkan kerja sama dan keterlibatan konstruktif dengan komunitas internasional,” ujarnya.
Sebelumnya hari ini, Wakil Duta Besar AS Robert Wood mengatakan bahwa “Amerika Serikat tidak mengetahui atau terlibat dalam kematian pemimpin Hamas Ismail Haniyeh”. iA menambahkan bahwa AS “tidak memiliki konfirmasi independen mengenai klaim Hamas mengenai kematiannya”.
Hal senada juga dikatakan Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken. Dalam wawancara dengan Channel News Asia (CNA) ia mengatakan AS tidak mengetahui apapun soal pembunuhan Haniyeh.
“Ini adalah sesuatu yang tidak kita ketahui atau terlibat di dalamnya,” kata diplomat tinggi AS tersebut.
“Sangat sulit untuk berspekulasi, dan saya telah belajar selama bertahun-tahun untuk tidak pernah berspekulasi tentang dampak satu peristiwa terhadap hal lain. Jadi saya tidak bisa memberi tahu Anda apa artinya ini,” tambahnya.
Sementara itu, penasihat senior Program AS di International Crisis Group Brian Finucane, mengatakan pembunuhan Haniyeh sangat berisiko. Ini akan menyeret AS pada perang yang tak diinginkan.
Pembunuhan terang-terangan Haniyeh telah membuat peran ganda AS di Timur Tengah “berantakan”. AS diketahui merupakan sekutu dekat Israel yang selalu membela negara itu tapi di sisi lain memainkan peran sebagai mediator gencatan senjata di Gaza dengan Hamas.
“Jika Anda ingin menghindari eskalasi lebih lanjut di wilayah tersebut, termasuk eskalasi yang melibatkan pasukan AS, Anda perlu mengamankan gencatan senjata di Gaza,” tegasnya.
“Itulah yang diperlukan untuk menenangkan keadaan dengan Houthi (di Yaman), dengan Hizbullah, dan melanjutkan jeda dalam serangan terhadap pasukan AS di Suriah dan Irak,” tambahnya.
Namun dengan kematian Haniyeh, prospek gencatan senjata makin tak menentu. Bahkan bisa gagal total.
“Kami belum benar-benar melihat dorongan AS untuk deeskalasi. Kebijakan AS bertentangan dengan tindakan AS,” kata direktur advokasi di Democracy for the Arab World Now (DAWN), sebuah lembaga pemikir di Washington, DC, Raed Jarrar.
“AS dapat dengan mudah menegakkan prinsip-prinsip deeskalasi dan gencatan senjata semacam ini dengan menghentikan transfer senjata, yang seharusnya dapat mengarah pada gencatan senjata beberapa bulan yang lalu,” tambahnya.
“Israel tidak dapat menyerang semua negara ini tanpa senjata AS, tanpa dukungan politik AS, tanpa dukungan militer AS, dan tanpa dukungan intelijen AS,” tegas Jarrar lagi.
“Israel tidak akan memiliki kemampuan untuk mendorong kawasan tersebut ke situasi yang kita alami sekarang, yaitu perang regional.”